Kamis, 01 Oktober 2009

APA YANG KITA SOMBONGKAN ?

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-

benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah,

sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih

rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita

merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan

orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering

menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus

dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula

kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun

sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit

terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam

batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang

lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem)

dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal

ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat

dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu

jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan

kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam

keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan

waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang

kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa

kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego

inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem

suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala

permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran

sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua

perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu

menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi

makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara

tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan

tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam

kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan,

label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat

adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan

kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita

lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.

Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita

berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali

kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti

akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna

hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik

kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita

sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan dan ngapain juga ?

Tidak ada komentar: